Pada era pandemi, penyalahgunaan narkoba di Indonesia menunjukkan tingkat kenaikan yang cukup miris. Dilansir dari beritasatu.com, Kepala Biro Humas dan Protokol Badan Narkotika Nasional (BNN), Brigjen Sulistyo Pudjo Hartono mengungkapkan bahwa peredaran narkoba semakin meningkat pada saat pandemi. Dewan Pengurus Pusat (DPP) Aliansi Relawan Perguruan Tinggi Anti Penyalahgunaan Narkoba (Artipena), dalam acara diskusi Hari Anti Narkoba Internasional (HANI) 2021, 26 Juni 2021, juga menegaskan bahwa kerja sama antar perguruan tinggi sangat penting dalam mencegah peredaran narkoba di lingkungan kampus karena sekitar 27% pengguna narkoba di Indonesia berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa.
Lydia dan Satya (Dalam Priambada, 2013) menjelaskan bahwa :
“Narkoba atau dapat disebut juga dengan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lain) adalah obat bahan atau zat bukan makanan yang jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikan, berpengaruh pada kerja otak yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak (susunan saraf pusat), sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA tersebut.”
Pada awalnya, narkoba hanya digunakan sebagai alat ritual keagamaan maupun bagi pengobatan, Akan tetapi seiring perkembangan zaman, narkoba disalahgunakan oleh beberapa pihak, bukan untuk tujuan pengobatan, melainkan untuk menikmati pengaruhnya dalam jumlah berlebihan, dalam jangka waktu yang lama sehingga dapat menyebabkan kecanduan. Dilansir dari beritasatu.com, data penyalahgunaan dari Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan peningkatan sebanyak 0,03% pada 2019 dibandingkan tahun 2017. Pada 2019, tercatat 3,6 juta pengguna narkoba dimana 70% pengguna tersebut merupakan masyarakat usia produktif, yaitu 16-65 tahun. Hal ini merupakan keadaan yang memprihatinkan dimana remaja yang seharusnya menjadi masa depan bangsa, menghancurkan masa depannya sendiri dengan mengonsumsi barang haram tersebut dengan dosis yang berlebih.
Menurut WHO, remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa dengan batasan usianya yaitu 14-19 tahun. Masa remaja ditandai dengan perubahan fisik, intelektual, emosional, seksual, dan sosial sehingga perubahan tersebut rentan mengakibatkan beberapa dampak, seperti pencarian jati diri, mudah terpengaruh lingkungan, butuhnya validasi dari orang sekitar, hingga rasa ingin tahu yang tinggi. Pada masa inilah merupakan masa rawan bagi remaja untuk menjerumus dalam segala bentuk kenalakan remaja. Sunarwiyati (1985) membagi bentuk kenakalan remaja seperti kenakalan biasa (membolos, perkelahian), kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan (mencuri, mengendarai kendaraan tanpa SIM), dan kenakalan khusus (penyalahgunaan narkoba, pembunuhan, aborsi). Berdasarkan bentuk kenakalan inilah, penyalahgunaan narkoba termasuk dalam kenakalan remaja dalam bentuk khusus.
Seperti yang telah disebutkan, masa remaja merupakan masa yang rentan terhadap berbagai bentuk kenakalan dikarenakan pencarian jati diri dan krisis identitas yang dimiliki sehingga remaja kerap melakukan hal yang dipandang ‘keren’ agar mendapatkan validasi dari orang sekitar. Namun, tidak semua anggapan ‘keren’ yang disematkan oleh remaja tersebut merupakan hal positif karena anggapan tersebut juga terpengaruh oleh lingkungan remaja tumbuh dan berkembang. Salah satu anggapan negatifnya yaitu penggunaan narkoba. Penyalahgunaan narkoba termasuk dalam bentuk kenakalan khusus karena setiap orang yang mengonsumsi obat-obatan tersebut memiliki alasan sendiri sehingga dapat terjerumus dalam pengaruh penyalahgunaan narkoba.
Berikut merupakan beberapa faktor penyalahgunaan narkoba pada remaja :
- Faktor Internal, faktor yang berasal dari diri seseorang
a. Rasa Keingintahuan dan Coba-coba yang Tinggi
Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak hingga dewasa, sehingga pada masa tersebut masih kerap terjadi perubahan emosi yang labil dan mudah penasaran. Apabila tidak memiliki keimanan dan pembatasan diri yang tinggi, remaja yang memiliki rasa ingin mencoba narkoba tersebut dapat saja nekat mencoba untuk mengobati rasa penasaran sehingga tanpa disadari, ia akan merasa “butuh terus menerus” atau dapat disebut dengan kecanduan.
Seperti yang dilansir dari Kompas.com, Kepala Badan Narkotika Nasional Jawa Barat, mengemukakan bahwa tren pengguna narkoba meningkat selama pandemi dikarenakan kurangnya aktivitas dan rasa ingin menjadi “bebas” menyebabkan para remaja, mulai dari anak SMP, sudah mencoba memakai obat-obatan terlarang tersebut. Hal ini dikarenakan minimnya aktivitas yang dilakukan, tetapi mereka ingin merasa happy sehingga memunculkan rasa ingin tahu yang tinggi dalam mencoba narkoba dimana para remaja tersebut menganggap bahwa penggunaan narkoba merupakan bagian dari bentuk kebebasan. (Taufiqurrahman, 2021)
b. Anggapan bahwa Narkoba dapat Meredakan Stress
Pada beberapa kasus, salah satu jenis narkoba yang kerap digunakan untuk meredakan stress yaitu sabu. Pada akhir abad 20, sabu dibuat untuk mengatasi gangguan pada penderita hiperaktif, akan tetapi seiring berjalannya waktu, obat tersebut kerap disalahgunakan. Efek positif yang timbul akibat pemakaian sabu yaitu pengguna dapat merasa lebih bersemangat serta lebih senang dan percaya diri (karena amfetamin yang terkandung didalamnya). Namun, efek tersebut hanya berlangsung selama 20-90 menit setelah penggunaan, yang setelahnya dapat memunculkan efek lain yang merugikan, seperti halusinasi, nafsu makan berkurang, tekanan darah meningkat hingga kehilangan nyawa apabila penggunaan sabu tersebut dikonsumsi tidak sesuai dosis pengobatan yang dianjurkan (disalahgunakan).
2. Faktor Eksternal, faktor yang berasal dari luar seseorang (mempengaruhi individu dalam melakukan penyalahgunaan)
a. Pergaulan yang Salah
Dapat dikatakan bahwa faktor eksternal yang disebabkan dari penyalahgunaan narkoba yaitu dari lingkungan pertemanan remaja itu sendiri. Pada umumnya, saat remaja merupakan masa aktif seseorang dalam memperluas relasi pertemanan sehingga mereka dapat menjalin pertemanan dari berbagai golongan. Tidak semua lingkungan pertemanan tersebut bersifat positif yang mengarahkan remaja kepada hal-hal baik, tetapi juga ada yang bersifat negatif.
Pergaulan yang salah dapat menjerumuskan remaja ke dalam lingkungan yang negatif, contohnya seperti ajakan teman dalam mencoba narkoba. Apabila remaja menolak ajakan tersebut, biasanya akan dianggap “cupu” atau “penakut” oleh teman sepergaulannya yang lain sehingga cukup menjatuhkan harga diri mereka. Hal ini menyebabkan remaja yang tidak memiliki kontrol diri yang baik akan merasa “tertantang” dan membuktikan bahwa dirinya “berani” hingga pada akhirnya terjerumus mengonsumsi narkoba
b. Faktor Keluarga
Dilansir dari artikel penelitian oleh Prasetyo (2017) dengan judul “Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA di Kalangan Remaja Instalasi Rehabilitasi Wisma Sirih”, ia melakukan wawancara dengan konselor adiksi pada tempat rehabilitasi tersebut. Hasil wawancara menjelaskan bahwa faktor keluarga yang kerap menjerumuskan remaja ke dalam penyalahgunaan narkoba yaitu,
- Keluarga yang kurang harmonis, seperti ibu terlalu dominan dan overprotektif serta ayah yang otoriter
- Keluarga yang sering bertengkar / orang tua yang acuh tak acuh dengan keluarga
- Orang tua yang memaksakan kehendak pada anak.
Dapat dilihat bahwa kualitas hubungan keluarga yang buruk dalam menjerumuskan remaja dalam penyalahgunaan narkoba. Hermia Fardin, konselor adiksi Instalasi Rehabilitasi Wisma Sirih, mengatakan bahwa “Penting sebagai keluarga menciptakan suasana yang harmonis sehingga siapapun yang berada di dalam keluarga tersebut merasa lebih betah dan damai, sehingga anak tidak akan mencari pelarian di luar rumah sebagai pelampiasaannya.”
Berikut merupakan beberapa faktor remaja dapat terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba. Maka dari itu, penting bagi seorang remaja itu sendiri memiliki kontrol diri yang baik agar dapat memilih pergaulan yang bermanfaat untuk dirinya dan dapat mengendalikan emosinya untuk tidak mudah terpengaruh anggapan lingkungan sekitar seperti “penakut” atau “tidak keren” apabila tidak pernah mencoba narkoba. Faktor keluarga dan orang tua juga tidak kalah penting untuk mencegah remaja ke dalam penyalahgunaan narkoba. Keharmonisan dan komunikasi yang baik dalam keluarga menjadi poin penting bagi seorang anak agar merasa nyaman dan betah sehingga mereka tidak akan mencari pelarian di luar rumah, seperti penggunaan narkoba, sebagai pelampiasannya.
Oleh : Rani Amanda Febriyanti
Daftar Referensi
Amanda, M. P., Humaedi, S., & Santoso, M. B. (2017). Penyalahgunaan Narkoba di Kalangan Remaja (Adolescent Substance Abuse). Jurnal Penelitian & PPM, 4(2).
Anggoro, P. (2017). Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA di Kalangan Remaja Instalasi Rehabilitasi WIsma Sirih. Artikel Penelitian, 6.
Budhi, N. (2018, Juli 2). Benarkah Sabu Bisa Bantu Hilangkan Stres? Retrieved Agustus 3, 2021, from Klik Dokter: https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3575998/benarkah-sabu-bisa-bantu-hilangkan-stres
Priambada, B. S. (2013). Penyalahgunaan Narkoba di Kalangan Remaja.
Tambun, L. T. (2021, Juni 26). 27% Pengguna Narkoba dari Kalangan Remaja dan Mahasiswa. Retrieved Agustus 3, 2021, from Berita Satu: https://www.beritasatu.com/nasional/792291/27-pengguna-narkoba-dari-kalangan-pelajar-dan-mahasiswa
Tambun, L. T. (2021, Juni 26). Gawat, Peredaran Narkoba Justru Meningkat Saat Pandemi. Retrieved Agustus 3, 2021, from Berita Satu: https://www.beritasatu.com/nasional/792293/gawat-peredaran-narkoba-justru-meningkat-saat-pandemi
Taufiqurrahman, F. (2021, Maret 24). Setahun Pandemi, Tren Pengguna Narkoba di Jabar Meningkat, Terutama Remaja. Retrieved Agustus 8, 2021, from Kompas.com: https://regional.kompas.com/read/2021/03/24/101153778/setahun-pandemi-tren-pengguna-narkoba-di-jabar-meningkat-terutama-remaja